I. Makna HMI sebagai Organisasi Mahasiswa.
A.
Pengertian Mahasiswa.
Mahasiswa adalah seseorang yang
belajar/ menuntut ilmu di perguruan tinggi tertentu dan masih terdaftar di
perguruan tinggi tersebut. Dengan demikian mahasiswa merupakan kaum intelektual
yang memiliki tanggungjawab sosial yang khas sebagai mana yang telah dirumuskan
oleh Edward Shill. menurutnya kaum intelektual memiliki lima fungsi yakni mencipta dan menyebar
kebudayaan tinggi, menyediakan bagan-bagan nasional dan antar bangsa, membina
keberdayaan dan bersama, mempengaruhi perubahan sosial dan memainkan peran
politik. Sedangkan menurut Arbi Sanit mahasiswa cenderung terlibat dalam tiga
fungsi terakhir.
Berdasar beberapa pendapat di atas
tentunya kita selaku mahasiswa harus menyadari fungsi dan perannya di
masyarakat, sehingga bisa menempatkan diri secara proporsional sesuai dengan
potensi, kapabilitasnya serta kualitas kemahasiswaan.
B.
Mahasiswa sebagai Inti Kekuatan
Perubahan.
Mahasiswa sebagai kelompok yang
memiliki power dan idealisme yang tinggi dari masa ke masa senantiasa ada
sesuatu hal yang tetap melekat dalam dirinya yakni keberanian dalam menyuarakan
idealisme dan keberpihakan terhadap keadilan dan kebenaran serta kaum tertindas
seperti buruh tani, buruh pabrik, rakyat miskin, dan yang lainnya.
Sekian potensi yang dimilikinya
menjadikan mahasiswa selalu dinanti segala tindakannya yang secara tulus
membela kaum lemah dan terlemahkan, tindakan mahasiswa yang konsisten dari masa
ke masa tersebut menjadikannya memiliki tempat tersendiri dalam elemen
masyarakat.
Inti kekuatan perubahan mahasiswa
terletak pada gerakan nyata dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dengan
istilah lain sebagai gerakan sosial dimaksudkan sebagai upaya kolektif untuk
memajukan atau melawan perubahan dalam sebuah masyarakat atau kelompok atau
berbagai ragam usaha kolektif untuk mengadakan perubahan tertentu pada
lembaga-lembaga sosial atau menciptakan orde baru. Bahkan Eric Hoffer menilai
bahwa gerakan sosial bertujuan untuk mengadakan perubahan.
Ciri khas gerakan mahasiswa adalah
mengaktualisasikan nilai-nilai ideal mereka karena ketidakpuasan terhadap
lingkungan sekitarnya. Gerakan moral ini sebenarnya sikap moral mahasiswa yang
lahir dari karakteristiknya mereka sendiri, di mana mahasiswa lebih menekankan
peranannya sebagai kekuatan moral bukan kekuatan politik. Kemurnian sikap dan
tingkah laku ,mahasiswa menyebabkan mereka dikategorikan sebagai kekuatan
moral, yang dengan sendirinya memerankan politik moral.
Namun seperti halnya gerakan sosial
umumnya senantiasa melibatkan pengorganisasian. Melalui organisasi inilah
gerakan mahasiswa melakukan pula aksi massa,
demonstrasi dan sejumlah aksi lainnya untuk mendorong kepentingannya. Dengan
kata lain gerakan massa
turun ke jalan atau aksi pendudukan gedung-gedung publik merupakan salah satu
jalan untuk mendorong tuntutan mereka. Dalam mewujudkan fungsi sebagai kaum
intelektual itu mahasiswa memainkan peran sosial mulai dari pemikir, pemimpin
dan pelaksana. Sebagai pemikir mahasiswa mencoba menyusun dan menawarkan
gagasan tentang arah dan pengembangan masyarakat. Peran kepemimpinan dilakukan
dengan aktivitas dalam mendorong dan menggerakan masyarakat. Sedangkan
keterlibatan mereka dalam aksi sosial, budaya dan politik di sepanjang sejarah
merupakan perwujudan dari peran pelaksanaan tersebut. Upaya mahasiswa membangun
organiasai sebagai alat bagi pelaksanaan fungsi intelektual dan peran tidak
lepas dari kekhawasannya. Motif mahasiswa membangun organisasi adalah untuk
membangun dan memperlihatkan identitas mereka didalam merealisasikan
peran-peran dalam masyarakatnya. Bahkan mereka membangun organisasi karena
yakin akan kemampuan lembaga masyarakat tersebut sebagai alat perjuangan.
Bentuk-bentuk gerakan mahasiswa mulai dari aktivias intelektual yang kritis
melalui seminar, diskusi dan penelitian merupakan bentuk aktualisasi .Selain
kegiatan ilmiah, gerakan mahasiswa juga menyuarakan sikap moralnya dalam bentuk
petisi, pernyataan dan suara protes. Bentuk-bentuk konservatif ini kemudian
berkembang menjadi radikalisme yang dimulai dari aksi demonstrasi di dalam
kampus. Secara perlahan karena perkembangan di lapangan dan keberanian
mahasiswa maka aksi protes dilanjutkan dengan turun ke jalan-jalan.
C.
Dinamika Gerakan Mahasiswa.
Mahasiswa sebagai kelompok elit
menjadi pelopor bagi adanya sebuah gerakan baik skala lokal maupun nasional.
Hal ini bisa dilihat dalam sejarah gerakan mahasiswa sejak masa penjajahan
hingga masa kemerdekaan saat ini. Status kelompok elit disandang mahasiswa
dikarenakan dia secara akademis dan intelektual berada pada posisi di atas
kebanyakan masyarakat. Status tersebut telah melekat sejak zaman penjajahan
Belanda hingga saat ini. Bahkan secara internasional mahasiswa juga masuk
kelompok elit.
Sejenak kita menengok kebelakang,
tahun 1908 tepat tanggal 20 Mei lahir Budi Utomo dikenal dengan sebutan BU.
Didirikan oleh pemuda-pelajar-mahasiswa STOVIA. Berdirinya BU ini menjadi
inspirasi bagi kelompok lain untuk ikut juga mendirikan organisasi dalam rangka
ikut memperhatikan kondisi bangsa yang masih terjajah. Diantara bidang garapnya
adalah memajukan pengajaran, pertanian, peternakan dan dagang, teknik dan
industri, serta kebudayaan. Pada tanggal itu pula diperingati sebagai hari
kebangkitan nasional.
Kehadiran Boedi Oetomo, dll pada
masa itu merupakan suatu episode sejarah yang menandai munculnya sebuah
angkatan pembaharu dengan kaum terpelajar dan mahasiswa sebagai aktor
terdepannya, yang pertama dalam sejarah Indonesia : generasi 1908, dengan
misi utamanya menumbuhkan kesadaran kebangsaan dan hak-hak kemanusiaan
dikalangan rakyat Indonesia untuk memperoleh kemerdekaan, dan mendorong
semangat rakyat melalui penerangan-penerangan pendidikan yang mereka berikan,
untuk berjuang membebaskan diri dari penindasan kolonialisme.
Peristiwa lain yang dimana para pemuda
dan mahasiswa menjadi pelopor adalah sumpah pemuda tahun1928, peristiwa
Rengasdengklok ketika Sukarno dan Moh. Hatta diculik oleh kelompok di bawah
pimpinan Chaerul Shaleh dan Sukarni yang mendesak keduanya untuk segera
memproklamasikan Kemerdekaan Negara Indonesia, turunnya orde lama yang kemudian
diganti orde baru sering dikenal sebagai angkatan ’66 juga dipelopori oleh
mahasiswa, era tahun 1974 yang menolak kenaikan harga BBM beberapa gerakannya
antara lain:
·
Golput yang menentang pelaksanaan pemilu pertama
di masa Orde Baru pada 1972
karena Golkar
dinilai curang.
·
Gerakan menentang pembangunan Taman Mini Indonesia Indah pada 1972 yang menggusur banyak
rakyat kecil yang tinggal di lokasi tersebut.
Dan yang paling
kekinian adalah meletusnya gerakan reformasi yang juga dipelopori oleh
mahasiswa. Dari sini cukup menjadi bukti bahwa mahasiswa menjadi garis terdepan
dalam merubah dan mengganti setiap sistem maupun kondisi sosial yang ada di
negeri ini.
II.
Hakikat keberadaan HMI.
A.
Makna HMI sebagai organisasi
yang berasaskan Islam.
“Hari ini telah Kusempurnakan bagi kamu
agamamu, dan telah Kucukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu
jadi agama bagimu”. (QS. Al-Maidah: 3)
“Dan mereka yang berjuang dijalan-Ku
(kebenaran), maka pasti Aku tunjukkan jalannya (mencapai tujuan) sesungguhnya
Tuhan itu cinta kepada orang-orang yang selalu berbuat (progresif). (QS.
Al-Ankabut : 69)
Islam sebagai ajaran yang haq dan
sempurna hadir di bumi diperuntukkan untuk mengatur pola hidup manusia agar
sesuai fitrah kemanusiaannya yakni sebagai khalifah di muka bumi dengan
kewajiban mengabdikan diri semata-mata ke hadirat-Nya.
Irodat Allah Subhanahu Wata’ala,
kesempurnaan hidup terukur dari personality manusia yang integratif antara
dimensi dunia dan ukhrawi, individu dan sosial, serta iman, ilmu dan amal yang
semuanya mengarah terciptanya kemaslahatan hidup di dunia baik secara
induvidual maupun kolektif.
Secara normatif Islam tidak sekedar
agama ritual yang cenderung individual akan tetapi merupakan suatu tata nilai
yang mempunyai komunitas dengan kesadaran kolektif yang memuat
pemaham/kesadaran, kepentingan, struktur dan pola aksi bersama demi
tujuan-tujuan politik.
Substansi pada dimensi
kemasyarakatan, agama memberikan spirit pada pembentukan moral dan etika. Islam
yang menetapkan Tuhan dari segala tujuan menyiratkan perlunya meniru etika
ke-Tuhanan yang meliputi sikap rahmat (Pengasih), barr (Pemula), ghafur
(Pemaaaf), rahim (Penyayang) dan (Ihsan) berbuat baik. Totalitas dari etika
tersebut menjadi kerangka pembentukan manusia yang kafah (tidak boleh mendua)
antara aspek ritual dengan aspek kemasyarakatan (politik, ekonomi dan sosial
budaya).
Adanya kecenderungan bahwa peran
kebangsaan Islam mengalami marginalisasi dan tidak mempunyai peran yang
signifikan dalam mendesain bangsa merupakan implikasi dari proses yang
ambigiutas dan distorsif. Fenomena ini ditandai dengan terjadinya mutual
understanding antara Islam sebagai agama dan Pancasila sebagai ideologi.
Penempatan posisi yang antagonis sering terjadi karena berbagai kepentingan
politik penguasa dari politisi-politisi yang mengalami split personality.
Kelahiran HMI dari rahim pergolakan
revolusi phisik bangsa pada tanggal 5 Februari 1947 didasari pada semangat
mengimplementasikan nilai-nilai ke-Islaman dalam berbagai aspek ke-Indonesiaan.
Semangat nilai yang menjadi embrio
lahirnya komunitas Islam sebagai kelompok kepentingan (interest group) dan
kelompok penekan (pressure group). Dari sisi kepentingan sasaran yang hendak
diwujudkan adalah tertuangnya nilai-nilai tersebut secara normatif pada setiap
level kemasyarakatan, sedangkan pada posisi penekan adalah keinginan sebagai
pejuang Tuhan (sabilillah) dan pembelaan mustadh’afin.
Proses internalisasi dalam HMI yang
sangat beragam dan suasana interaksi yang sangat plural menyebabkan timbulnya berbagai
dinamika ke-Islaman dan ke-Indonesiaan dengan didasari rasionalisasi menurut
subyek dan waktunya.
Pada tahun 1955 pola interaksi
politik didominasi pertarungan ideologis antara nasionalis, komunis dan agama
(Islam). Keperluan sejarah (historical necessity) memberikan spirit proses
ideologisasi organisasi. Eksternalisasi yang muncul adalah kepercayaan diri
organisasi untuk “bertarung” dengan komunitas lain yang mencapai titik
kulminasinya pada tahun 1965.
Seiring dengan kreatifitas
intelektual pada Kader HMI yang menjadi ujung tombak pembaharuan pemikiran
Islam dan proses transformasi politik bangsa yang membutuhkan suatu perekat
serta ditopang akan kesadaran sebuah tanggung jawab kebangsaan, maka pada
Kongres X HMI di Palembang, tanggal 10 Oktober 1971 terjadilah proses
justifikasi Pancasila dalam mukadimah Anggaran Dasar.
Orientasi aktivitas HMI yang
merupakan penjabaran dari tujuan organisasi menganjurkan terjadinya proses
adaptasi pada jamannya. Keyakinan Pancasila sebagai keyakinan ideologi negara
pada kenyataannya mengalami proses stagnasi.
Hal ini memberikan tuntutan strategi
baru bagi lahirnya metodologi aplikasi Pancasila. Normatisasi Pancasila dalam
setiap kerangka dasar organisasi menjadi suatu keharusan agar mampu mensuport
bagi setiap institusi kemasyarakatan dalam mengimplementasikan tata nilai
Pancasila.
Konsekuensi yang dilakukan HMI
adalah ditetapkannya Islam sebagai identitas yang mensubordinasi Pancasila
sebagai azas pada Kongres XVI di Padang, Maret 1986.
Islam yang senantiasa memberikan
energi perubahan mengharuskan para penganutnya untuk melakukan inovasi,
internalisasi, eksternalisasi maupun obyektifikasi. Dan yang paling fundamental
peningkatan gradasi umat diukur dari kualitas keimanan yang datang dari
kesadaran paling dalam bukan dari pengaruh eksternal. Perubahan bagi HMI
merupakan suatu keharusan, dengan semakin meningkatnya keyakinan akan Islam
sebagai landasan teologis dalam berinteraksi secara vertikal maupun horizontal,
maka pemilihan Islam sebagai azas merupakan pilihan dasar dan bukan implikasi
dari sebuah dinamika kebangsaan.
Demi tercapainya idealisme
ke-Islaman dan ke-Indonesiaan, maka HMI bertekad Islam dijadikan sebagai
doktrin yang mengarahkan pada peradaban secara integralistik, trasedental,
humanis dan inklusif. Dengan demikian kader-kader HMI harus berani menegakkan
nilai-nilai kebenaran dan keadilan serta prinsip-prinsip demokrasi tanpa
melihat perbedaan keyakinan dan mendorong terciptanya penghargaan Islam sebagai
sumber kebenaran yang paling hakiki dan menyerahkan semua demi ridho-Nya.
B.
Makna Independensi HMI.
Menurut fitrah kejadiannya, maka
manusia diciptakan bebas dan merdeka. Karenanya kemerdekaan pribadi adalah hak yang
pertama. Tidak ada sesuatu yang lebih berharga dari pada kemerdekaan itu.
Sifat, suasana bebas dan kemerdekaan seperti diatas, adalah mutlak diperlukan
terutama pada fase/saat manusia berada dalam pembentukan dan pengembangan.
Masa/fase pembentukan dari pengembangan bagi manusia terutama dalam masa remaja
atau generasi muda.
Mahasiswa dan kualitas-kualitas yang
dimilikinya menduduki kelompok elit dalam generasinya. Sifat kepeloporan,
keberanian dan kritis adalah ciri dari kelompok elit dalam generasi muda, yaitu
kelompok mahasiswa itu sendiri. Sifat kepeloporan, keberanian dan kritis yang
didasarkan pada obyektif yang harus diperankan mahasiswa bisa dilaksanakan
dengan baik apabila mereka dalam suasana bebas merdeka, demokratis obyektif dan
rasional. Sikap ini adalah yang progresif (maju) sebagai ciri daripada seorang
intelektual. Sikap atas kejujuran keadilan dan obyektifitas.
Atas dasar keyakinan itu, maka HMI
sebagai organisasi mahasiswa harus pula bersifat independen. Penegasan ini
dirumuskan dalam pasal 6 Anggaran Dasar HMI yang mengemukakan secara tersurat
bahwa “HMI adalah organisasi yang bersifat independen”, sifat dan watak independen
bagi HMI adalah merupakan hak azasi yang pertama.
WATAK INDEPENDEN HMI
adalah sifat organisasi yang secara
etis merupakan karakter dan kepribadian kader HMI. Implementasinya harus
terwujud di dalam bentuk pola pikir, pola sikap dan pola laku setiap kader HMI
baik dalam dinamika dirinya sebagai kader HMI maupun dalam melaksanakan
“Hakekat dan Mission” organisasi HMI dalam kiprah hidup berorganisasi,
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Watak independen HMI yang tercermin
secara etis dalam pola pikir, pola sikap dan pola laku setiap kader HMI akan
membentuk “Independensi etis HMI”, sementara watak independen HMI yang teraktualisasi
secara organisatoris di dalam kiprah organisasi HMI akan membentuk “Independensi
organisatoris HMI”. Independensi etis adalah sifat independen yang pada
hakekatnya merupakan sifat yang sesuai dengan fitrah kemanusiaan. Fitrah
tersebut membuat manusia berkeinginan suci dan secara kodrati cenderung pada kebenaran
(hanief). Watak dan kepribadian kader sesuai dengan fitrahnya akan membuat
kader HMI selalu setia pada hati nuraninya yang senantiasa memancarkan
keinginan pada kebaikan, kesucian dan kebenaran adalah ALLAH SUBHANAHU
WATA'ALA. Dengan demikian melaksanakan independensi etis bagi setiap kader HMI
berarti pengaktualisasian dinamika berpikir, bersikap dan berprilaku baik “hablumminallah”
maupun dalam “hablumminannas” hanya tunduk dan patuh dengan kebenaran.
Aplikasi dari dinamika berpikir dan
berprilaku secara keseluruhan merupakan watak azasi kader HMI dan
teraktualisasi secara riil melalui, watak dan kepribadiaan serta sikap-sikap
yang :
• Cenderung kepada kebenaran
(hanief).
• Bebas, terbuka dan merdeka.
• Obyektif, rasional dan kritis..
• Progresif dan dinamis.
• Demokratis, jujur dan adil.
Independensi organisatoris adalah
watak independensi HMI yang teraktualisasi secara organisasi di dalam kiprah
dinamika HMI baik dalam kehidupan intern organisasi maupun dalam kehidupan masyarakat
berbangsa dan bernegara.
Independensi organisatoris diartikan
bahwa dalam keutuhan kehidupan nasional, HMI secara organisatoris senantiasa
melakukan partisipasi aktif, kontruktif, korektif dan konstitusional agar
perjuangan bangsa dan segala usaha pembangunan demi mencapai cita-cita semakin
hari semakin terwujud. Dalam melakukan partisipasi partisipasi aktif, kontruktif,
korektif dan konstitusional tersebut secara organisasi HMI hanya tunduk serta
committed pada prinsip-prinsip kebenaran dan obyektifitas.
Dalam melaksanakan dinamika organisasi,
HMI secara organisatoris tidak pernah “committed” dengan kepentingan pihak
manapun ataupun kelompok dan golongan manapun kecuali tunduk dan terikat pada kepentingan
kebenaran dan obyektifitas kejujuran serta keadilan.
Agar secara organisatoris HMI dapat
melakukan dan menjalankan prinsip-prinsip independensi organisatorisnya, maka
HMI dituntut untuk mengembangkan “kepemimpinan kuantitatif” yang berjiwa independen
sehingga perkembangan, pertumbuhan dan kebijaksanaan organisasi mampu diemban
selaras dengan hakikat independensi HMI.
Untuk itu HMI harus mampu menciptakan
kondisi yang baik dan mantap bagi pertumbuhan dan perkembangan
kualitas-kualitas kader HMI. Dalam rangka menjalin tegaknya “prinsip-prinsip
independensi HMI” maka implementasi independensi HMI kepada anggota adalah sebagai
berikut :
§
Anggota-anggota HMI terutama
aktivitasnya dalam melaksanakan tugasnya harus tunduk kepada
ketentuan-ketentuan organisasi serta membawa program perjuangan HMI. Oleh
karena itu tidak diperkenankan melakukan kegiatan-kegiatan dengan membawa organisasi
atas kehendak pihak luar manapun juga.
§
Mereka tidak dibenarkan
mengadakan komitmen-komitmen dengan bentuk apapun dengan pihak luar HMI selain
segala sesuatu yang telah diputuskan secara organisatoris.
§
Alumni HMI senantiasa diharapkan
untuk aktif berjuang meneruskan dan mengembangkan watak independensi etis dimanapun
mereka berada dan berfungsi sesuai dengan minat dan potensi dalam rangka
membawa hakikat dan mission HMI. Dan menganjurkan serta mendorong alumni untuk
menyalurkan. aspirasi kualitatifnya secara tepat dan melalui semua jalur pembaktian
baik jalur organisasi profesional kewiraswastaan, lembaga-lembaga sosial, wadah
aspirasi poilitik lembaga pemerintahan ataupun jalur-jalur lainnya yang
semata-mata hanya karena hak dan tanggung jawabnya dalam rangka merealisir kehidupan
masyarakat adil makmur yang diridhoi Allah SWT.
Dalam menjalankan garis independensi
HMI dengan ketentuan-ketentuan tersebut di atas, pertimbangan HMI semata-mata
adalah untuk memelihara, mengembangkan anggota serta peranan HMI dalam rangka
ikut bertanggung jawab terhadap negara dan bangsa.
Karenanya menjadi dasar dan kriteria
setiap sikap HMI semata-mata adalah kepentingan nasional bukan kepentingan
golongan atau partai dan pihak penguasa sekalipun. Bersikap independent berarti
sanggup berpikir dan berbuat sendiri dengan menempuh resiko. Ini adalah suatu
konsekuensi dari sikap pemuda. Mahasiswa yang kritis terhadap masa kini dan
kemampuan dirinya untuk sanggup mewarisi hari depan bangsa dan negara.
PERANAN INDEPENDENSI HMI DI MASA
MENDATANG
Dalam suatu negara yang sedang
berkembang seperti Indonesia
ini maka tidak ada suatu investasi yang lebih besar dan lebih berarti dari pada
investasi manusia (human investment). Sebagaimana dijelaskan dalam tafsir
tujuan, bahwa investasi manusia kemudian akan dihasilkan HMI adalah manusia
yang berkualitas ilmu dan iman yang mampu melaksanakan tugas-tugas manusia yang
akan menjamin adanya suatu kehidupan yang sejahtera material, spiritual dan
adil makmur serta bahagia.
Fungsi kekaderan HMI dengan tujuan
terbinanya manusia yang berilmu, beriman dan berperikemanusiaan seperti
tersebut di atas maka setiap anggota HMI dimasa datang akan menduduki jabatan
dan fungsi kepemimpinan yang sesuai dengan bakat dan profesinya.
Oleh karena itu hari depan HMI
adalah luas dan gemilang sesuai status, fungsi dan perannya dimasa kini dan
masa mendatang yang menuntut kita pada masa kini untuk benar-benar dapat
mempersiapkan diri dalam menyongsong hari depan HMI yang gemilang.
Dengan sifat dan garis independen
yang menjadi watak organisasi berarti HMI harus mampu mencari, memilih dan
menempuh jalan atas dasar keyakinan dan kebenaran. Maka konsekuensinya adalah
bentuk aktivitas fungsionaris dan kader-kader HMI harus berkualitas sebagaimana
digambarkan dalam kualitas insan cita HMI. Soal mutu dan kualitas adalan
konsekuensi logis dalam garis independen HMI harus disadari oleh setiap
pimpinan dan seluruh anggota-anggotanya.adalah suatu modal dan dorongan yang
besar untuk selalu meningkatkan mutu kader-kader HMI sehingga mampu berperan
aktif pada masa yang akan datang.
III. Tujuan HMI.
Tujuan HMI tertera dalam Anggaran
Dasar pasal 4 yang berbunyi: Terbinanya insan akademis, pencipta, pengabdi yang
bernafaskan Islam dan bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur
yang diridhoi Allah Subhanahu Wata’ala.
Dari rumusan tersebut dapat dipahami
ada satu fokus tujuan yang ingin dicapai yakni terbentuknya kualitas insan
cita.
Kualitas insan cita HMI adalah merupakan
dunia cita yang terwujud oleh HMI di dalam pribadi seorang manusia yang beriman
dan berilmu pengetahuan serta mampu melaksanakan tugas kerja kemanusiaan.
Kualitas tersebut sebagaimana dalam pasal tujuan (pasal 4 AD HMI) adalah
sebagai berikut :
- Kualitas Insan Akademis.
1.
Berpendidikan Tinggi, berpengetahuan
luas, berfikir rasional, obyektif, dan kritis.
2.
Memiliki kemampuan teoritis,
mampu memformulasikan apa yang diketahui dan dirahasiakan. Dia selalu berlaku
dan menghadapi suasana sekelilingnya dengan kesadaran
3.
Sanggup berdiri sendiri dengan
lapangan ilmu pengetahuan sesuai dengan ilmu pilihannya, baik secara teoritis
maupun tekhnis dan sanggup bekerja secara ilmiah yaitu secara bertahap,
teratur, mengarah pada tujuan sesuai dengan prinsip-prinsip perkembangan.
- Kualitas Insan Pencipta : Insan Akademis, Pencipta.
1.
Sanggup melihat kemungkinan-kemungkinan
lain yang lebih dari sekedar yang ada dan bergairah besar untuk menciptakan bentuk-bentuk
baru yang lebih baik dan bersikap dengan bertolak dari apa yang ada (yaitu
Allah). Berjiwa penuh dengan gagasan-gagasan kemajuan, selalu mencari perbaikan
dan pembaharuan..
2.
Bersifat independen dan terbuka,
tidak isolatif, insan yang menyadari dengan sikap demikian potensi kreatifnya
dapat berkembang dan menentukan bentuk yang indah-indah.
3.
Dengan ditopang kemampuan akademisnya
dia mampu melaksanakan kerja kemanusiaan yang disemangati ajaran islam.
- Kualitas Insan Pengabdi : Insan Akdemis, Pencipta, Pengabdi.
1.
Ikhlas dan sanggup berkarya
demi kepentingan orang banyak atau untuk sesama umat.
2.
Sadar membawa tugas insan pengabdi,
bukan hanya membuat dirinya baik tetapi juga membuat kondisi sekelilingnya
menjadi baik.
3.
Insan akademis, pencipta dan pengabdi
adalah yang bersungguh-sungguh mewu-judkan cita-cita dan ikhlas mengamalkan
ilmunya untuk kepentingan sesamanya.
- Kualitas Insan yang bernafaskan Islam : Insan Akademis, pencipta dan pengabdi yang bernafaskan Islam.
1.
Islam yang telah menjiwai dan
memberi pedoman pola fikir dan pola lakunya tanpa memakai merk Islam. Islam
akan menjadi pedoman dalam berkarya dan mencipta sejalan dengan nilai-nilai universal
Islam. Dengan demikian Islam telah menafasi dan menjiwai karyanya.
2.
Ajaran Islam telah berhasil
membentuk “unity personality” dalam dirinya. Nafas Is-lam telah
membentuk pribadinya yang utuh tercegah dari split personality, tidak pernah
ada dilema pada dirinya sebagai warga negara dan dirinya sebagai muslim. Kualitas
insan ini telah mengintegrasikan masalah suksesnya pembangunan nasio-nal bangsa
kedalam suksesnya perjuangan umat Islam Indonesia dan sebaliknya.
- Kualitas Insan bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridhoi oleh Allah SWT.
1.
Insan akademis, pencipta dan pengabdi
yang bernafaskan islam dan bertanggung-jawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur
yang diridhoi oleh Allah SWT.
2.
Berwatak, sanggup memikul
akibat-akibat yang dari perbuatannya, sadar bahwa menempuh jalan yang benar diperlukan
adanya keberanian moral.
3.
Spontan dalam menghadapi tugas,
responsif dalam menghadapi persoalan-persoalan dan jauh dari sikap apatis.
4.
Rasa tanggung jawab, taqwa
kepada Allah SWT, yang menggugah untuk mengam-bil peran aktif dalam suatu
bidang dalam mewujudkan masyarakat adil makmur yang diridhoi Allah SWT..
5.
Korektif terhadap setiap
langkah yang berlawanan dengan usaha mewujudkan masyarakat yang adil dan
makmur.
6.
Percaya pada diri sendiri dan sadar
akan kedudukannya sebagai “khallifah fil ard” yang harus melaksanakan
tugas-tugas kemanusiaan.
Pada pokoknya insan cita HMI
merupakan “man of future” insan pelopor yaitu insan yang berfikiran luas
dan berpandangan jauh, bersikap terbuka, terampil atau ahli dalam bidangnya,
dia sadar apa yang menjadi cita-citanya dan tahu bagaimana mencari ilmu
perjuangan untuk secara kooperatif bekerja sesuai dengan yang dicita-citakan.
Ideal tipe dari hasil perkaderan HMI adalah “man of inovator” (duta-duta
pembaharu). Penyuara “idea of progress” insan yang berkepribadian imbang
dan padu, kritis, dinamis, adil dan jujur tidak takabur dan bertaqwa kepada
Allah SWT. Mereka itu manusia-manusia yang beriman, berilmu dan mampu beramal
saleh dalam kualitas yang maksimal (insan kamil).
Dari lima kualitas insan cita tersebut pada
dasarnya harus dipahami dalam tiga kualitas insan Cita yaitu kualitas insan
akademis, kualitas insan pencipta dan kualitas insan pengabdi. Ketiga insan
kualitas pengabdi tersebut merupakan insan Islam yang terefleksi dalam sikap
senantiasa bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang
ridhoi Allah SWT.
Tugas anggota HMI
Setiap anggota HMI berkewajiban
berusaha mendekatkan kualitas dirinya pada kualitas insan cita HMI seperti
tersebut diatas. Tetapi juga sebaliknya HMI berkewajib-an untuk memberikan
pimpinan-pimpinan, bimbingan yang kondusif bagi perkembang-an potensi kualitas
pribadi anggota-anggota dengan memberikan fasilitas-fasilitas dan
kesempatan-kesempatan. Untuk setiap anggota HMI harus mengembangkan sikap
mental pada dirinya yang independen untuk itu :
1.
Senantiasa memperdalam hidup
kerohanian agar menjadi luhur dan bertaqwa kepada Allah SWT.
2.
Selalu tidak puas dan selalu
mencari kebenaran.
3.
Teguh dalam pendirian dan
obyektif rasional menghadapi pendirian yang berbeda.
4.
Bersifat kritis dan berpikir
bebas kreatif.
5.
Hal tersebut akan diperoleh
antara lain dengan jalan :
a.
Senantiasa mempertinggi tingkat
pemahaman ajaran Islam yang dimilikinya dengan penuh gairah.
b.
Aktif berstudi dalam Fakultas
yang dipilihnya.
c.
Mengadakan tentir club untuk
studi ilmu jurusannya dan study club untuk masalah kesejahteraan dan
kenegaraan.
d.
Selalu hadir dalam forum
ilmiah.
e.
Memelihara kesehatan badan dan
aktif mengikuti karya bidang kebudayaan.
f.
Selalu berusaha mengamalkan dan
aktif dalam mengambil peran dalam kegiatan HMI.
g.
Mengadakan kalaqah-kalaqah
perkaderan dimasjid-masjid kampus.
Bahwa tujuan HMI sebagai dirumuskan
dalam pasal 4 AD HMI pada hakikatnya adalah merupakan tujuan dari setiap Anggota
HMI. Insan cita HMI adalah gambaran masa depan HMI. Suksesnya seorang anggota
HMI dalam membina dirinya untuk mencapai Insan Cita HMI berarti dia telah mencapai
tujuan HMI.
Insan Cita HMI pada suatu waktu akan
merupakan “Intelektual community” atau kelompok intelektual yang mampu
merealisasi cita-cita umat dan bangsa dalam suatu kehidupan masyarakat yang
sejahtera spritual adil dan makmur serta bahagia (masyarakat adil makmur yang
diridhoi Allah SWT).
IV. Fungsi dan peran HMI.
A.
Pengertian Fungsi HMI sebagai
organisasi kader.
Status HMI sebagai organisasi
mahasiswa memberi petunjuk dimana HMI berspesialisasi. Dan spesialisasi tugas inilah
yang disebut fungsi HMI. Kalau tujuan menunjukan dunia cita yang harus
diwujudkan maka fungsi sebaliknya menunjukkan gerak atau kegiatan (aktivitas)
dalam mewujudkan (final goal). Dalam melaksanakan spesialisasi tugas tersebut,
karena HMI sebagai organisasi mahasiswa maka sifat serta watak mahasiswa harus
menjiwai dan dijiwai HMI. Mahasiswa sebagai kelompok elit dalam masyarakat pada
hakikatnya memberi arti bahwa ia memikul tanggung jawab yang benar dalam
melaksanakan fungsi generasinya sebagai kaum muda terdidik yang harus sadar
akan kebaikan dan kebahagiaan masyarakat hari ini dan ke masa depan.
Karena itu dengan sifat dan wataknya
yang kritis itu mahasiswa dan masyarakat berperan sebagai “kekuatan moral” atau
moral forces yang senantiasa melaksanakan fungsi “social control”. Untuk itulah
maka kelompok mahasiswa harus merupakan kelompok yang bebas dari kepentingan
apapun kecuali kepentingan kebenaran dan obyektifitas demi kebaikan dan
kebahagiaan masyarakat hari ini dan ke masa depan.
Dalam rangka penghikmatan terhadap
spesialisasi kemahasiswaan ini, maka dalam dinamikanya HMI harus menjiwai dan
dijiwai oleh sikap independen.
Mahasiswa, setelah sarjana adalah
unsur yang paling sadar dalam masyarakat. Jadi fungsi lain yang harus
diperankan mahasiswa adalah sifat kepeloporan dalam bentuk dan proses perubahan
masyarakat.
Karenanya kelompok mahasiswa
berfungsi sebagai duta-duta pembaharuan masyarakat atau “agent of social
change”. Kelompok mahasiswa dengan sikap dan watak tersebut di atas adalah
merupakan kelompok elit dalam totalitas generasi muda yang harus mempersiapkan
diri untuk menerima estafet kepemimpinan bangsa dan generasi sebelumnya pada
saat yang akan datang. Oleh sebab itu fungsi kaderisasi mahasiswa sebenarnya
merupakan fungsi yang paling pokok.
Sebagai generasi yang harus
melaksanakan fungsi kaderisasi demi perwujudan kebaikan dan kebahagiaan
masyarakat, bangsa dan negaranya di masa depan maka kelompok mahasiswa harus
senantiasa memiliki watak yang progresif dinamis dan tidak statis. Mereka bukan
kelompok tradisionalis akan tetapi sebagai “duta-duta pembaharuan sosial” dalam
pengertian harus menghendaki perubahan yang terus menerus ke arah kemajuan yang
dilandasi oleh nilai-nilai kebenaran.
Oleh sebab itu mereka selalu mencari
kebenaran dan kebenaran itu senantiasa menyatakan dirinya serta dikemukakan
melalui pembuktian di alam semesta dan dalam sejarah umat manusia. Karenanya
untuk menemukan kebenaran demi mereka yang beradab bagi kesejahteraan umat
manusia maka mahasiswa harus memiliki ilmu pengetahuan yang dilandasi oleh
nilai kebenaran dan berorientasi pada masa depan dengan bertolak dari kebenaran
Illahi. Untuk mendapatkan ilmu pengetahuan yang dilandasi oleh nilai-nilai
kebenaran demi mewujudkan peradaban bagi kesejahteraan masyarakat bangsa dan
negara maka setiap kadernya harus mampu melakukan fungsionalisasi ajaran Islam.
Watak dan sifat mahasiswa seperti tersebut diatas mewarnai dan memberi ciri HMI
sebagai organisasi mahasiswa yang bersifat independen. Status yang demikian
telah memberi petunjuk akan spesialisasi yang harus dilaksanakan oleh HMI.
Spesialisasi tersebut memberikan ketegasan agar HMI dapat melaksanakan
fungsinya sebagai organisasi kader, melalui aktivitas fungsi kekaderan. Segala
aktivitas HMI harus dapat membentuk kader yang berkualitas dan komit dengan nilai-nilai
kebenaran. HMI hendaknya menjadi wadah organisasi kader yang mendorong dan
memberikan kesempatan berkembang pada anggota-anggotanya demi memiliki kualitas
seperti ini agar dengan kualitas dan karakter pribadi yang cenderung pada
kebenaran (hanief) maka setiap kader HMI dapat berkiprah secara tepat dalam melaksanakan
pembaktiannya bagi kehidupan bangsa dan negaranya.
B.
Pengertian peran HMI sebagai
organisasi perjuangan.
HMI sebagai organisasi perjuangan
adalah kesatuan sistem yang mendidik para mahasiswa untuk senantiasa menempa
diri sebagaimana tujuan HMI di atas. Organisasi ini dalam mencapai tujuannya
senantiasa memiliki sandaran semata-mata mencari ridho Allah SWT.
C.
Totalitas fungsi dan peran
sebagai perwujudan dari tujuan HMI.
V.
Urgensi antara azas, tujuan,
status, sifat, fungsi dan peran HMI secara Integral.
0 komentar:
Posting Komentar