*Aries Setiawan
Perubahan bergerak karena kesadaran, bukan karena
untung-untungan politik, atau kepentingan golongan. Jadi jangan harap HMI akan
berubah kalau dan tanpa kesadaran kolektif sebagai jalan menuju HMI yang
dicitakan.
HMI didirikan di Yogyakarta pada tanggal 14 Rabiul Awwal 1366 H bertepatan
dengan tanggal 5 Pebruari 1947 untuk waktu yang tidak ditentukan dan
berkedudukan di tempat Pengurus Besar 1947
(ADHMI Pasal
2) oleh Lafran Pane. Ketika
itu memang bangsa Indonesia
tengah berjuang mempertahankan proklamasi kemerdekaannya dari ancaman
kolonialisme Belanda yang berusaha keras untuk menjajah kembali. Inilah yang
menjadi landasan awal kepedulian HMI terhadap problem yang dihadapi ummat Islam
Indonesia khususnya, dan
bangsa Indonesia
pada umumnya. Dan ini menimbulkan kesan tersendiri di kalangan pendiri bangsa
bahwa HMI bersatu dalam mempertahankan kemerdekaan republik Indonesia pada era revolusi fisik.
Jenderal Soedirman ketika sambutannya pada ulang tahun HMI yang pertama di
Bangsal Agung, kepatihan Yogyakarta tanggal 6 Februari 1948 menggambarkan peran
HMI sebagai tumpuan harapan komunitas muslim dan masyarakat Indonesia. Dengan
kondisi revolusi fisik, HMI mampu mengkondisikan dirinya sebagai pejuang yang
terdepan dalam memperjuangkan masa depan bangsa. Menyadari suasana dan iklim politik yang
sedang dalam keadaan perang dan pergolakan revolusi, maka pendiri HMI Lafran
Pane dkk. meletakkan semangat dan tujuan yang relevan dengan tantangan
zamannya, yaitu:
1. Mempertahankan NKRI dan mempertinggi derajat rakyat Indonesia,
2. Menegakkan dan mengembangkan ajaran agama Islam.
Tujuan ini merupakan kristalisasi dan sekaligus komitmen Ke-Islaman dan
Ke-Indonesiaan yang melekat pada HMI.[1]
HMI harus mempertegas ulang mengenai siapa
dirinya. HMI harus tetap mempertahankan dua independensinya, yaitu etis dan
organisatoris. Yang dimaksud independensi etis berarti HMI hanya berpihak pada
hakekat kemanusiaan yang selalu komit terhadap kebenaran. Independensi
organisatoris berarti secara organisatoris HMI akan selalu aktif berkiprah
dalam kehidupan masyarakat, bangsa dan negara, tanpa harus berafiliasi pada
organisasi manapun. Formulasi konkret untuk menjalankan ini adalah pengkaderan.
Inilah bagian yang masih kedodoran dalam memenuhi fungsinya menyiapkan
sumber daya insani pembangunan bangsa. Pengkaderan merupakan urat nadi
organisasi. Namun selama ini pengkaderan yang kita pakai adalah pengkaderan ala
keranjang sampah. Yang penting memproduksi sebanyak mungkin kader.
Secara
keseluruhan gerakan perkaderan HMI diarahkan untuk mencapai derajat sebagai
kader yang memenuhi syarat sebagai insan cita. Menurut Ahmad Wahib bahwa insan
cita HMI adalah mereka yang berkemampuan akademis, bersikap hidup kreatif,
berwatak pengabdi dan bernafaskan Islam. Kemampuan akademis dan emosi kreatif
yang dimilikinya akan melahirkan scientific creativity atau developed
creativity. Sedangkan insane akademis tanpa kreasi adalah seorang sarjana atau seorang
tukang yang bekerja secara rutinitas.
Tantangan yang dihadapi HMI dan bangsa Indonesia sangat kompleks. Tetapi
justru dengan tantangan itu menjadi berpeluang yang sangat baik untuk
memperjuangkan cita-cita HMI sehingga menjadi kenyataan di tengah-tengah
masyarakat. Untuk menghadapi berbagai problematika yang sudah melekat erat di
tubuh organisasi, HMI dengan segenap
aparatnya harus dengan semangat dan militansi yang tinggi. Apakah HMI mampu
menghadapi tantangan itu, sangat ditentukan oleh pemegang kendali organisasi,
mulai dari PB HMI, Badko HMI, Cabang, Komisariat, Badan Khusus, dan segenap
anggota HMI maupun alumni-alumninya yang tergabung dalam KAHMI sebagai penerus,
pelanjut, serta penyempurnya misi HMI. Peralihan zaman, peralihan generasi saat
ini sangat menentukan bagi eksistensi HMI di masa-masa mendatang. Untuk
mencapai tujuan HMI harus depersiapkan suatu kondisi sebagai modal untuk
merekayasa dan mempresiksi masa depan Bangsa Indonesia. Sebenarnya hal itu
telah tertuang dalam tujuan HMI dengan 5 kualitas Insan Cita HMI. Secara global
5 kualitas insan cita itulah yang dipersiapkan HMI masa depan sesuai tujuan HMI
yaitu ”Terbinanya insan akademis,
pencipta, pengabdi yang bernafaskan Islam dan bertanggungjawab atas terwujudnya
masyarakat adil makmur yang diridhai Allah Subhanahu Wata ’ala.” (ADHMI Pasal 4).
1.
Lafran Pane pernah mengemukakan tujuan HMI pada kesempatan konferensi PPI
(Persatuan Pelajar Indonesia) yang diadakan di Ponorogo tanggal 4-6 November
1947 yang menyatakan “Sebagai sebuah institusi koordinasi yang bertugas mengajak
para mahasiswa dan pelajar untuk belajar dan memahami ajaran-ajaran Islam.
Sebagai sarjana dan warga negara, mereka harus mempunyai visi yang berimbang
antara kepentingan dunia dan akhirat, akal dan emosi, iman dan pengetahuan, dan
mereka harus siap menghadapiancaman yang datang dari sistem pendidikan Barat.
Islam harus berkembang ditingkat massa
dan menyebar diantara mahasiswadiluar STI” lihat dibuku Pergolakan Reformasi
dan Strategi HMI karangan Maskur Hakim, Ph.D, hal. 16 dan dapat dilihat di Agus
Salim Sitompul, Sejarah Perjuangan HMI, Bina Ilmu, Surabaya, 1976, hal. 29-30
0 komentar:
Posting Komentar