Dalam pembabakan sejarah HMI, tahun-tahun
1964-1965 merupakan fase tantangan yaitu masa ketika HMI mendapat tantangan
yang terus-menerus dari pihak komunis, fase ini juga dikenal dengan fase
pengganyangan HMI oleh komunis. Pada masa itu, ketika kekuatan PKI semakin
membesar, mereka mengariskan kebijakan baru terhadap HMI yang dianggapnya
sebagai penghalang dalam berbagai maksud dan tujuan mereka. Hal ini berarti HMI
harus bubar dan diyatakan sebagai organisme terlarang. Dalam pehitungan PKI
seandainya HMI tidak bubar sampai saat G 30 S, maka jika kondisi berbalik,
yaitu HMI akan menumpas PKI sebagai mana yang terjadi di Madiun yang saat itu
HMI tampil dengan Corps Mahasiswa-nya.
Pada tahun 1964-1965 suasana sosial politik
Indonesia dikuasai oleh kerangka piker Marxisme. Semua persoalan baik politik
maupun social harus dibahas dalam kerangka Marxisme. Apalagi partai-partai
Islam seperti NU, PSI dan PERTI sudah berada dalam payung NASAKOM dan selalu
memberikan justifikasi kepada kebijakan pemerinta. Sehingga ketiga partai Islam
tersebut kelihatan sudah kehilangan identitasnya.
Satu hal yang menarik, yaitu pertentangan
ideologis yang dialami oleh HMI yang menjadi bagian umat Islam dengan GMNI,
CGMI, dan GEMSOS serta 0rganisasi kepemudaan lainnya yang berorientasi
sosialis-komunis dan bagian dari kaki tangan PKI sebagai partai dominan.
Inisiatif terbesar dipegang oleh orang-orang sosialis-komunis yang sudah barang
tentu ideologi mereka bertentangan ideologi HMI.
Oleh karena itu arah pemikiran HMI berusaha
untuk menghadang ofensif kaum sosialis-komunis dengan rumusan baku yang disebut
dengan kepribdian HMI, yang kemudian dikukuhkan melalui kongresVII di Jakarta
pada Tahun 1963. kemudian pada tahun 1965, CakNur (Nurcholis Madjid) menyusun
makalah yang diberi judul Dasar-dasar Islamisme. Makalah ini kemudian
dicerahkan dalam training-training HMI dimana-mana.
Pada Kongres VIII di Solo, cak Nur terpilih
sebagai Ketua Umum HMI dan salah satu rekomendasinya adalah membenahi dan
menyempurnakan konsep kepribadian HMI menjadi Garis-Garis Pokok perjuangan
(GPP) HMI.
Usaha-usaha merumuskan pegangan ideologis
bagi HMI akhirnya dihasilkan. Hasil penelaahan dan kerja keras tersebut
akhirnya dalam kongres IX di Malang melahirkan rumusan awl Nilai-Nilai Dasar
Perjuangan (NDP) HMI. Kongres juga memberikan mandat kepada Nurcholis Madjid,
Endang Syaifudin Anshari Anshari dan Saqib Mahmud untukmerumuskan (membenahi
dan menyempurnakan ) kembali jika ditemui hal-hal yang kurang.
NDP hasil kongres di Malang adalah merupakan
penjabaran dari pasal 3AD HMI tentang dasar organisasi, yaitu Islam. Dan pada
tahun 1985 di Indonesia diberlakukan Undang-Undang No. 8/1985, tentang
organisasi kemasyarakatan yang salah satu pasalnya berbunyi : HMI menghimpun
Mahasisiwa Islam yang beridentitaskan Isalam dan bersumber pada Al Qur’an dan
As’Sunnah, sedang pasal 4 berbunyi : organisasi ini berasaskan Pancasila.
Dengan demikian untuk menjabarkan pasal identitas islam rumusan NDP diubah
tidak dalam substansinya hanya dalam namanya saja menjadi Nilai Identitas Kader
(NIK) HMI.
Gerakan reformasi 1998 telah membawa angin
kebebasan (liberalisasi politik). Seiring denga proses liberalisasi tersebut,
berbagai gerakan sosial di Indonesia menemukan momentumnya untuk kembali
mempertegas identitasnya masing-masing, tak terkecuali HMI. Kongres HMI XXII
tahun 1999 di Jambi menghasilkan beberapa keputusan mendasar bagi organisasi
yakni ‘kembalinya’ HMI menjadi organisasi yang berasas Islam dengan peran
sebagai organisasi perjuangan. Rumusan NIK-pun menglami perubahan nama, meskipun
tidak ada perubahan dari segi substansi, menjadi NDP seperti sedia kala.
2. KEDUDUKAN DAN ARTI PENTING NDP DALAM
ORGANISASI HMI
Semangat ke-Islaman yang menyertai suasana
kelahiran HMI, mengharuskan HMI menjadikan islam sebagai roh dan karakternya. Semangat
kesejarahan ini memberikan pengertian bahwa dalam keadaan bagaimanapun HMI
tidak dapat melepaskan keterikatannya pada ajaran –ajaran Islam. Islam telah
menjadi kodrat dan fitrah HMI sejak awal kelahirannya. Bagi HMI, Islam diyakini
sebaagai kebenaran yang baik dan haq, tidak ada lagi kebenaran selain Islam.
Sebagai pengakuan keyakinan akan kebenaran
Islam secara yuridis, HMI meletakkan Nilai Islam dalam Muqoddimah AD HMI.
Pengakuan Islam sebagai ajaran yang Haq dan ajaran yang sempurna dalam muqoddimah
AD HMI, mengandung pengertian bahwa islam akan selalu menjiwai aturan-aturan
pokok dan kebijakan organisasi yang menjadi pedoman dalam melakukan aktifitas
organisasi.
Penerimaan Islam bagi HMI adalah untuk
memberikan pedoman pada para anggotanya bagaimana kehidupan manusia yang benar
dan fitri, kehidupan yang benar adalah kehidupan manusia yang fitri sesuai
dengan fitrahnya, yaitu paduan yang utuh antara aspek duniawi dan Ukhrawi,
individual dan social, serta Integralisasi antara iman, ilmu dan amal dalam
mencapai kebahagiaan didunia dan akhirat.
Kesempurnaan ajaran islam, oleh HMI dijadikan
prinsip-prinsip ajaran yang pokok menjadi system nilai dasar yang berfungsi
mengarahkan dan memagari cara berfikir dan bertindak setiap anggota HMI ,
sehingga dengan demikian setiap kader HMI mempunyai wawasan keislaman berkenaan
dengan hidup dan memaknai kehidupan. Untuk memberikan pedoman yang sama bagi
setiap kader HMI supaya mempunyai wawasan keislaman yang identik yang pada
gilirannya akan mempunyai gerak langkah organisasi yang sama guna menegakkan
kebenaran didunia dalam rangka mencapai kebahagian, keharmonisan dan
keselamatan dunia dan akhirat. Maka dirumuskanlah nilai dasar tersebut dalam
sebuah pedoman organisasi yang diberi nama Nilai Identitas Kader (NIK). Dengan
demikian NIK merupakan kerangka pemahaman HMI terhadap ajaran-ajaran pokok
Islam yang dirumuskan secara sistematis, Utuh yang berdasarkan Al Qur’an dan
As’sunnah.
Kedudukan dan peranan NIK yang strategis
mendorong HMI untuk secara terus – menerus menyuburkan pemahaman, penghayatan
dan dan pengamalan ajaran islam, yang keraangka dasarnya terkandung dalam NIK,
sehingga mampu membingkai karakter identitas dan organisasi pada karakter
identitas dan organisasi pada kader HMI. Dorongan tersebut yang merupakan
tuntutan dan kebutuhan HMI dalam memanifestasikan ajaran Islam, semakin
mendesak jika dikaitkan dengan gejala-gejala perubahan sosial yang begitu
cepat.
0 komentar:
Posting Komentar